JAM-Pidum Menyetujui 14 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Musi Banyuasin
PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG
Jl. Sultan Hasanuddin Nomor 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
SIARAN PERS
Nomor: PR – 148/080/K.3/Kph.3/02/2025
JAM-Pidum Menyetujui 14 Restorative Justice,
Salah Satunya Perkara Pencurian
di Musi Banyuasin
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 14 (empat belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu 19 Februari 2025.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Aril Saputra bin Dedi dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Sabtu tanggal 21 Desember 2024, sekira pukul 12.00 WIB, ketika Tersangka Aril Saputra bin Dedi mengambil 1 (satu) Unit Kendaraan Motor Roda Dua merk Honda Revo Fit dengan Nomor Polisi: BG 6601 BAP. Kendaraan motor roda dua tersebut merupakan milik Saksi Korban Mansyur bin Yusuf yang diambil tanpa izin dari parkiran yang terdapat di depan rumah Saksi Korban.
Pada saat kejadian, Saksi Korban Mansyur bin Yusuf memarkirkan kendaraan motor roda duanya di depan rumah dengan keadaan kunci yang masih terpasang pada kontak motor tersebut. Melihat hal itu, Tersangka yang sedang melewati depan rumah Saksi Korban langsung mendekati dan menghidupkan kendaraan motor roda dua tersebut.
Saat Tersangka mengambil kendaraan motor roda dua Honda Revo Fit, Saksi Korban keluar dan melihat Tersangka yang sedang mengendarai kendaraan motor tersebut. Saksi Korban langsung mengejar Tersangka dengan meminta tolong kepada salah satu warga yang sedang lewat di depan rumah untuk membantu mengejarnya.
Kemudian Saksi Korban Mansyur bin Yusuf menemukan kendaraan motor roda dua merk Honda Revo Fit dengan Nomor Polisi BG 6601 BAP di dalam kebun masyarakat tetapi Tersangka tidak berada di lokasi kebun masyarakat tersebut.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, Roy Riady, S.H., M.H., Kasi Pidum Armen Ramdhani, S.H. M.H dan Jaksa Fasilitator Fatmawati, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan tanpa adanya syarat.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Dr. Yulianto, S.H M.H
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu 19 Februari 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 13 perkara lain yaitu:
- Tersangka Ibrahim Otto dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
- Tersangka Hermas Rante A. D. Jafeth dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Nuricki Rifai bin Muhamad Rifai dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Dian Ferizal bin H.Abdul Gofur dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Solihin bin (Alm) Ajid Makmur dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Dedi Irawan bin Darwin dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Abdul Rois Hasim alias Rois bin Imam Mostolehan dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Rusnani alias Nani bin Nasrun dari Kejaksaan Negeri Penukal Abab Lematang Ilir, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman dengan Kekerasan.
- Tersangka Ilham bin Marfai dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
- Tersangka Rison bin Imron dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
- Tersangka Suhardi Zebua bin Alm Sarifudin Zebua dari Kejaksaan Negeri Simeulue, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka Ariesta Arum Windayani binti Totok Yulianto dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang, yang disangka melanggar Pasal 44 Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 76C Jo. Pasal 80 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Tersangka Johan Efendi bin Sabidi dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (K.3.3.1)
Jakarta, 19 Februari 2025
KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM
Dr. HARLI SIREGAR, S.H., M.Hum.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi
M. Irwan Datuiding, S.H., M.H. / Kabid Media dan Kehumasan
Dr. Andrie Wahyu Setiawan, S.H., S.Sos., M.H. / Kasubid Kehumasan
Hp. 081272507936
Email: humas.puspenkum@kejaksaan.go.id